Fariduddin Abu Hamid bin Ibrahim atau lebih dikenal dengan namAtt, yang artinya Si Penyebar Wangi. Meskipun sedikit sekali yang mengetahui tentang masa hidupnya, ada yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan di Nisyapur persia Barat Laut sekita tahun 506 H/1119 M. Dan meninggal pada tahun 607 H/1220 M. di Syaikhuhah dalam usia lanjut. Sebagian besar biografi hidupnya bersifat legendaris, juga dengan kematiannya ditangan seorang prajurit Jenghis Khan.
Attar pada awalnya adalah seorang penjual minyak wangi. Perjalanan hidupnya berubah pada suatu hari ketika di toko minyak wanginya yang besar didatangi seorang fakir yang sudah tua renta,attar segera bangkit dari tempat duduknya dengan menghina dan mengusir orang tua itu yang di sangkanya pengemis. Orang fakir itu menjawab dengan tenang: "Jangankan meningkalkan tokomu, meninggalkan dunia dan kemegahan dunia ini bagiku tidak sukar! Tetapi bagaimana dengan kau? Dapatkah kau meninggalkan kekayaanmu, tokomu dan dunia ini?" tersentak, lau menjawab spontan, "Bagiku juga tidak sukar meninggalkan duniaku yang penuh kemewahan ini!"
Sebelum Attar selesai menjawab, orang tua itu jatuh dan meninggal seketika itu. Attar terkejut, kemudian besoknya ia menguburkan orang tua yang fakir itu. Dari kejadian itu Attar kemudian menyerahkan toko miliknya kepada sanak saudaranya, ia pun pergi mengembara tanpa membawa bekal sedikitpun untuk belajar dengan menemui para guru tasawuf . Beliaupun kemudian belajar dengan Syekh Buknaddin yang terkenal, dan setelah itu ia belajar dengan seorang sufi yang bernama Abu Sa'id bin Abil Khair. Mulailah ia mempelajari sistem pemikiran sufi, dalam teori dan praktek.
Selam 39 tahun ia mengembara ke berbagai negeri, belajar di pemukiman para waliyullah dan mengumpulkan tulisan-tulisan dari para sufi. Kemudian ia kembali ke Nisyapur dan ia melewatkan sisa hidupnya dikota itu. Attar memiliki pemahaman yang lebih tentang alam pemikiran sufi. Beliau hidup sebelum Jalaluddin Arumie.
Sebagaimana sufi-sufi lainnya, ia juga banyak mengadakan perjalanan dan diantaranya perjalanan menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Dan ia juga banyak bergaul dengan tokoh sufi lainnya.
Al Attar diberi gelar oleh para sufi pada masanya dengan sebutan Saitu al Salikin (cemeti orang-orang sufi), karena ia mampu memimpin mereka berada dalam petunjuk suci dan dapat membakar cinta mereka dalam menuangkan kasih rindu mereka ke dalam karya-karya puisi ketuhanan yang indah.
Adapun kita-kitab yang telah ditulis oleh Attar antara lain adalah:
- Thadkira al 'Awliya.
- Ilahi namah.
- Musibat namah.
- dan Mantiq al Tayr
Kitab diatas adalah sebagian dari 114 judul, kitab-kitab tersebut ditulis dalam bentuk prosa dan puisi.
Di masa tuanya ia dikunjungi oleh Jalaluddin Rumi yang waktu itu masih muda, kemudian Attar memberikan salah satu bukunya kepada Jalaluddin Rumi. Selanjutnya Jalaluddin Rumi membandingkan dirinya sendiri dengan berkata, "Attar telah melintasi tujuh kota cinta, sementara kami hanya sampai di sebuah jalan tunggal."
Attarmeninggal dunia ketika sedang mengajar. Pada tahun 1220, Attar ditangkap saat ia berusia 110 tahun oleh pasukan Barbar yang menyerang Persia dibawah pimpinan Jenghis Khan.
Pada tahun 1862 ditemukan sebuah batu nisan di luar Nisyapur, yang didirikan antara tahun 1469 dan 1506, sekitar 250 tahun meninggalnya Attar. Di nisan itu terukir inskripsi dalam bahasa Parsi yang berbunyi sebagai berikut:
Allah kekal
Dengan nama Allah Yang Pengasih Yang Pengampun
Di sini di taman Adn bawah, Attar menebarkan wangi pada jiwa orang-orang yang paling sederhana. Inilah makam seorang yang begitu mulia sehingga debu yang terusik kakinya akan merupakan kolirium di mata langit; maka syeikh Attar Farid yang terkenak yang menjadi ikutan orang-orang suci; makam penyebar wangi yang utama dengan nafasnya yang mengharumi dunia dari kaf ke kaf. Di kedainya, sarang para malaikat, langit bagai botol obat semerbak dengan wangi sitrun. Bumi Nisyapur akan terkenal hingga hari kiamat, karena orang yang termasyur ini. Tambang emasnya terdapat di Nisyapur sebab ia dilahirkan di Zarwand di wilayah Gurgan. Ia tinggal di Nisyapur selama delapan puluh tahun dari waktu yang dilewatkannya dalam ketenangan. Dalam usia sudah amat lanjut ia dikejar-kejar pedang pasukan tentara yang menelan segalanya. Farid tewas di zaman Haluku Khan, terbunuh sebagai syahid dalam pembantaian.