"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Q.S. Fushilat [41] : 30)
Ketika seorang hamba telah mengikatkan hatinya kepada Islam, dengan keyakinan bahwa "Laa ilaha illa Allah" tidak ada Ilaah (Tuhan) yang Hak untuk di-ibadati selain Allah, maka sesungguhnya mulai dari saat itu dia sudah berazam (komitmen) untuk mempersembahkan segala amal-ibadah, hidup dan matinya hanyalah kepada Allah, bukan kepada lainnya.
Keyakinan yang benar terhadap tauhid ini melahirkan sebuah kekuatan, sebuah daya, sebuah magnet yang membawa pelakunya untuk selalu berada di jalan kebenaran, kebenaran yang hakiki, kebenaran yang bersumber dari wahyu yang suci, yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah. Sebaliknya, keyakinan yang hak ini pula akan melahirkan sebuah kekuatan baginya untuk menolak dari berbagai perbuatan yang dapat mendatangkan kemarahan dan murka Allah `azza wa jalla. Adanya dorongan untuk tunduk kepada kebenaran serta penolakan terhadap berbagai kemungkaran inilah yang pada akhirnya menimbulkan berbagai gesekan dan cobaan dalam perjalanan hidup selanjutnya.
Berikut ini ditampilkan berbagai kisah nyata yang pernah terjadi dan dialami oleh para hamba Allah yang dijadikan-Nya sebagai contoh bagi para hamba yang hidup di kemudian hari:
Bilal bin Rabah ra.
Dengan keyakinannya yang membaja, sekalipun dengan ilmu pengetahuan Islam yang belum seberapa, dia rela mempertaruhkan segalanya, sampai nyawa sekalipun. Perhatikanlah bagaimana usaha yang dilakukan oleh tuannya Umaiyah bin Khalaf untuk menjadikan dia murtad, kembali kepada kekafiran. Setiap kali Umaiyah bin Khalaf menyiksanya serta memerintahkannya untuk mengucapkan Hubal dan mencela Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta ajarannya, pada saat itu pula kalimat AHAD meluncur dari mulutnya.
Sebuah kalimat yang menegaskan tentang ke-Esaan dan Kesucian Allah. Ajaran Islam yang diterimanya dari baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang menitik beratkan kepada ke-Esaan dan Kesucian Allah telah menjadikannya sebagai sosok yang sangat mulia dan fenomenal.
Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bertanya kepada Bilal bin Rabah. Wahai Bilal ! amalan gerangan yang telah engkau lakukan sehingga aku mendengar bunyi sendalmu di dalam syurga ? Bilal bin Rabah ra. menjawab: Tidaklah aku mengerjakan suatu amalan dalam Islam yang aku harapkan manfaatnya selain setiap kali aku selesai bersuci (berwudhu) dengan sempurna baik malam maupun siang kecuali aku mengerjakan shalat setelahnya. (H.R. Muslim dari Abu Hurairah).
Ammar bin Yasir dan Kedua Orang Tuanya
Setelah para pemuka kafir Quraisy mengetahui tentang keIslaman Ammar bin Yasir yang kemudian diikuti oleh kedua orang tuanya, maka para pemuka kafir Quraisy semakin murka dan kemarahan mereka semakin tidak terbendung. Puncaknya, pada suatu hari Ammar bin Yasir beserta kedua orang tuanya ditangkap, kemudian diseret ke pinggir kota Makkah. Di sana, mereka disiksa yang sangat tidak bisa diterima oleh nalar sehat manusia dari strata manapun.
Siksaan demi siksaan diarahkan kepada Yasir yang sudah berusia lanjut ini, tentu dengan harapan dia mau kembali kafir, dan diharapkan pula dengan demikian Ammar pun mau meninggalkan ke-Islamannya. Tapi usaha ini gagal sampai Yasir meninggal dunia dalam siksaan itu dan gugur sebagai syahid. Berikutnya siksaan diarahkan kepada ibunda Ammar, Sumaiyah dengan harapan yang sama, kiranya Ammar rela meninggalkan ke-Islamannya. Tapi usaha ini juga gagal sampai ibu dan Ammar, Sumaiyah gugur dengan sangat tragis sebagai syahidah pertama dalam islam.
Selanjutnya siksaan diarahkan langsung kepada Ammar bin Yasir, tidak terhitung cambuk dan cemeti yang mendarat di tubuh Ammar, segala bentuk sumpah serapa, makian dan cacian, hinaan ditimpakan kepada Ammar, tentu dengan harapan : kiranya Ammar bin Yasir mau dan rela meninggalkan agama Islam. Ammar bin Yasir dipaksa terus-menerus untuk mengucapkan Hubal, nama salah satu berhala yang sangat mereka hormati di kala itu. Namun, Ammar tidak berubah.
Sampailah pada suatu ketika, Ammar merasa, jika dia tidak mengucapkan kalimat Hubal yang dipaksakan kepadanya, tentu yang terburuk akan terjadi, yaitu nyawanya hilang. Jika itu yang terjadi, tentu pengikut dan pendamping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin sedikit. Dengan segala pertimbangan, akhirnya keluarlah dari mulut Ammar bin Yasir kalimat Hubal, mendengar itu serta merta orang-orang kafir Quraisy yang sedang menyiksa Ammar menghentikan prilaku bejat dan biadab itu.
Kejadian itu sangat mengagetkan itu disaksikan dan didengar oleh sebagian sahabat yang berada di tempat tersebut. Karena ketika "parade" penyiksaan terhadap keluarga Ammar bin Yasir disaksikan sahabat sambil mengumpat, karena mereka tidak dapat memberikan pertolongan dan pembelaan kepada Ammar dan keluarganya. Mereka takut, mereka khawatir bercampur dengan kesedihan yang sangat mendalam, karena sahabat mereka yang sangat baik dan tangguh ini akhirnya roboh juga. Mereka sudah menganggap Ammar bin Yasir sudah murtad, sudah keluar dari Islam.
Akhirnya mereka pulang, dan ingin melaporkan apa yang mereka saksikan kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Belum sempat mereka bercerita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah turunkan ayat-Nya yang memberikan pembelaan kepada Ammar bin Yasir bahwa Ammar bin Yasir masih Islam dan tidak murtad. Firman Allah `azza wa jalla: "Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar." (QS. An Nahl [16] : 106)
Ashabul Ukhdud
Ashabul Ukhdud adalah sebuah kisah yang Allah abadikan di dalam Al-Qur'an, setelah mereka menyatakan keimanan dan ke-Islamannya dan tidak mau mengikuti apa yang diperintahkan oleh raja yang zhalim dan lalim di kala itu.
Akhirnya sang raja memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membuat lubang besar yang disiapkan dengan kayu bakarnya, setelah api dinyalakan, maka sang raja yang zhalim dan lalim ini memerintah kepada mereka yang sudah beriman untuk murtad, kembali kepada kafir, jika perintah ini tidak dituruti, maka mereka akan dibakar hidup-hidup di dalam lubang besar ini. Ternyata ancaman dari sang raja tidak membuat mereka beriman ini takut, apalagi menuruti keinginan sang raja untuk murtad. Akhirnya mereka yang beriman diperintahkan untuk masuk lubang besar yang sudah dinyalakan api di dalamnya.
Sampailah giliran itu kepada seorang ibu yang sedang menggendong anaknya yang masih kecil. Ketika berada di pinggir lubang, sang ibu ragu. Dia tidak ragu dengan keyakinan dan keimanannya, yang di ragukan adalah karena dia sedang mengendong seorang bayi kecil yang tidak punya dosa dan kesalahan.
Pada saat yang demikian mengerikan itulah, tanpa diduga sang ibu, maka bayi kecil mungil yang digendongnya itu berkata: Ya Ummah ! Ishbiri Fa innaki 'alal Haq ... Wahai ibu ! bersabarlah, sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran. (H.R. Muslim dari Abdurrahman bin Abi Laila). Kisah yang mulia ini Allah abadikan dalam surat Al-Buruj. (Q.S. Al-Buruj [85] : 2 - 8).
Kita, selalu berharap kiranya Allah `azza wa jalla senantiasa menguatkan dan meneguhkan hati kita di atas Iman dan Islam. Tidak gampang goyah dan berubah, sekalipun berhadapan dengan tiupan angin kencang dan hantaman badai yang sangat hebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan kita untuk senantiasa berdoa dan bermunajat kepada Allah : Ya Muqalibal qulub tsabit qalbi 'ala dinika wa tha'atika. Wahai Allah Yang Membolak-balikkan hati ! Tetapkanlah hatiku ini di atas agama-Mu dan ketaatan-Mu (H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi). Wallahu a'lam
(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 17 Thn.XLI, 25 Jumadil Akhir 1435 H/25 April 2014 M Oleh Dr. Darwis Abu Ubaidah, M.Pd.I)