"Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". (Q.S. Al Jumu'ah [62] : 10)
Perjalanan jauh (safar) adalah suatu aktivitas yang pernah dijalani oleh setiap orang. Tahukah anda bahwa safar itu ternyata ada rahasianya? Ada hal yang barangkali belum pernah di ketahui atau disadari oleh orang yang telah melakukan safar.
Perjalanan (safar) ternyata akan menguliti seseorang. Demikian kata hikmah yang disampaikan oleh sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Umar bin Khattab ra, "Jangan engkau merasa bahwa engkau telah mengenal saudaramu dengan baik, jika engkau belum pernah melakukan safar (perjalanan) bersama saudaramu tersebut, atau sebelum engkau pernah bermalam bersama saudaramu." Perjalanan panjang (safar) akan memiliki banyak hikmah dalam ukhuwwah dan kehidupan. Di sini kita bisa menguji, siapa diri kita sebenarnya, siapa dan bagaimana saudara kita yang sebenarnya.
Safar juga akan mengasah kepekaan kita, melatih jiwa kepemimpinan kita, membuka cakrawala berpikir, meluaskan pandangan, menambahkan wawasan, menghadirkan kecintaan pada saudara dan keluarga, menambah keimanan dan makin merasakan besarnya kekuasaan Allah `azza wa jalla. Karena itu lakukanlah perjalanan, niatkan semua untuk mendapatkan hikmah kebaikan. Bukan sekedar berjalan atau bepergian, bukan sekedar melancong, bukan sekedar piknik, tapi safar dalam makna bertebaran di muka bumi dalam rangka mencari karunia Allah `azza wa jalla, seperti dalam firman-Nya : "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (Q.S. Al-Jumu'ah [62] : 10)
Hikmah Safar
Ada beberapa hikmah safar, diantaranya :
Pertama, Menyegarkan Jiwa dan Pikiran
Orang yang terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sesungguhnya ia memerlukan aktivitas-aktivitas yang akan menyegarkan jiwa dan pikirannya. Safar dengan tujuan seperti ini dibolehkan selama ia tidak bermaksiat, menjaga agamanya, akidahnya dan akhlaknya, serta tetap menjalankan perintah-perintah Allah subhanahu wata'ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Kedua, Evaluasi Akhlak Diri
Bisikan-bisikan hati nurani untuk melakukan kebaikan terhadap saudara akan sering muncul selama proses perjalan. Misalnya, di saat kita merasa berat mengangkat koper dan barang bawaan sendiri, hati nurani akan berkata, "bawakan juga tas milik saudaramu, sepertinya dia lebih repot dibandingkan kamu."
Begitupula saat waktunya makan, akan terlintas pikiran agar mentraktir teman dan rombongan. Saat di jalan kendaraan mengalami kendala, ini semua akan menjadi sarana untuk menilai siapa diri kita sebenarnya.
Apakah kita sudah memiliki akhlak baik yang kokoh, atau sebenarnya kebaikan dan akhlak kita masih belum stabil, masih sering muncul egoisme dan kekikiran diri. Orang yang sudah memiliki akhlak yang kokoh, tak akan pernah menyiakan peluang berbuat baik kepada orang lain, ingin membantu bukan dibantu, ingin melayani bukan dilayani, ingin menghormati bukan ingin dihormati, ingin memberi bukan diberi. Dan cukuplah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pengingat buat kita, "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah." (H.R. Bukhari)
Ketiga, Mengenal Saudara Lebih Dekat
Kebersamaan yang cukup lama selama safar, memungkinkan kita untuk mengenal saudara kita lebih dekat, lebih alami tanpa dibuat-buat, mengenal wataknya, kepribadiannya, kebiasaan sehari-harinya, dan mengenal kesukaannya (makanannya, warnanya, irama dan pola hidupnya, dan lain-lain) secara langsung. Kebiasaan saudara kita sehari-hari akan tampak secara alamiah dalam perjalanan. Misalnya, orang terbiasa pola hidupnya bersih, maka sepanjang perjalanan pun akan otomatis menunjukkan pola hidup yang bersih.
Seseorang yang terbiasa panik dalam menghadapi masalah, hal ini pun akan tampak secara otomatis dalam safar. Siapa yang suka bercanda, dalam safar pun akan terlihat secara otomatis. Orang yang pemurah juga akan mudah terlihat aslinya dalam safar. Walhasil, semua kebiasaannya akan terlihat dalam safar.
Keempat, Makin Mengkagumi Kekuasaan Allah
Allah `azza wa jalla berfirman, "Kami akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami, di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an ini adalah benar. Tidak cukuplah bagi kamu bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu." (Q.S. Fushshilat [41] : 53)
Dalam safar banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah `azza wa jalla yang dapat kita renungkan. Manusia dengan beragam jenis, bahasa, selera, raut muka, dan sebagainya. Siapakah yang mengatur itu semua? Bayangkan baru dalam jarak antar kota saja, kita sudah mendapatkan perbedaan bahasa, dialek, selera masakan, fisik, budaya, dan lain-lain. Bagaimana ketika kita melakukan perjalanan lintas pulau atau bangsa. Pemandangan alam yang begitu indah, gunung, pantai, kebun, dan langit yang semuanya akan mengundang decak kagum kita dan menambahkan keyakinan kepada Pencipta-Nya yaitu Allah `azza wa jalla. Ucapan subhanallah (Maha Suci Allah), ucapan yang tak bosan kita panjatkan ketika menyaksikan betapa hebatnya kekuasaan Allah `azza wa jalla. Belum lagi jika merenung kekuasaan yang nampak di ufuk atau alam semesta, pastilah akan makin mengkokohkan kekaguman kita pada kekuasaan Allah `azza wa jalla.
Kelima, Makin Menghargai Keberadaan Keluarga
Rutinitas dalam kehidupan rumah tangga, kandang memerlukan adanya variasi kegiatan. Hal ini untuk menghindari kejenuhan dengan adanya kegiatan yang monoton. Salah satu alternatif kegiatan yang cukup efektif untuk menyegarkan kembali jiwa dan perasaan adalah dengan melakukan safar.
Di sisi lain saat seseorang jauh dari keluarganya, saat itu secara alamiah akan memunculkan kerinduan yang mendalam terhadap seluruh anggota keluarga. Perasaan semacam ini adalah karunia yang harus disyukuri, dan hal ini makin menyadarkan kita betapa berartinya keluarga dalam kehidupan kita. Kebahagian berkumpul bersama seluruh anggota keluarga adalah fitrah yang melekat pada setiap insan yang bersih nuraninya, karena berkeluarga adalah fitrah, karunia Allah, dan juga sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Inilah beberapa hikmah safar yang dapat kita petik mulai dari perjalanan pergi sampai kembali ke rumah kita. Hikmah ini akan kita peroleh manakala safar yang kita lakukan bukan untuk bermaksiat, melainkan safar yang mubah dan disertai dengan niat untuk mendapatkan karunia dan keridhaan Allah `azza wa jalla. wallahu 'a'lam.
(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No. 48 Thn.XXXIX, 16 Muharram 1433 H/30 November 2012 M Oleh Muhammad Iqbal Zuhdi)