Menjadi titik penting pertemuan berbagai peradaban, Gaza menyimpan cerita panjang sejarahnya selama 3.500 tahun. Di tengah tekanan perang, sejumlah peninggalan bersejarah masih berdiri dan dapat dilihat di tanah kelahiran Imam Syafi'i ini. Berikut ini sejumlah situs-situs bersejarah di Kota Gaza:
Masjid Agung Umar
Asmaa al-Ghoul dalam artikelnya, "Gaza's Omari Mosque Embodies City's Ancient History", menulis, Masjid Agung Umar ini sebelumnya adalah kuil pagan yang diubah menjadi gereja saat kristen masuk ke Gaza di abad kelima Masehi. Di era Islam, banyak gereja yang diubah menjadi masjid seiring bertambahnya pemeluk Islam di Gaza.
Menara masjid dibangun bergaya arsitek Dinasti Mamluk. Setengah bagian menara berbentuk segi empat dan sisanya menjulang dengan bentuk oktagonal. Menara penuh dihiasi ukiran yang sebagian sengaja dibuat bercelah. Menara ini termasuk baru karena dibangun pada 1926. Menara asli masjid sudah hancur akibat Perang Dunia I.
Istana al-Basha
Sarah Irving dalam bukunya, Palestine, menulis, Qasr al-Basha atau Istana Pasha menupakan kediaman Gubernur Gaza Ridwan dan keluarganya dari Dinasti Turki Utsmani. Bangunan ini dibangun sejak sekitar abad ke-13 di era Dinasti Mamluk.
Bangunan Qasr al-Basha beralih fungsi seiring bergantinya zaman dan pendudukan. Bangunan ini pernah dijadikan tempat berdiam Napoleon selama tiga hari saat terjadi penyerangan oleh Prancis pada 1799.
Di zaman kolonial Inggris, Qasr al-Basha dijadikan kantor polisi. Di bawah otoritas Mesir, bangunan ini digunakan sebagai Princess Ferial School for Girls. Fungsi sebagai sekolah tetap bertahan hingga saat ini.
Hammam as-Sumara
Pemandian ini dibangun oleh Gubernur Sanjar ibnu Abdullah dari Dinasti Mamluk pada 1320.
Bangunan ini, tulis Irving, terletak di Kota Tua Gaza dan masih beroperasi hingga saat ini.
Bangunan, sistem pipa, dan penghangat air masih diper tahankan seasli mungkin.
Selain untuk umum, Hammam kadang disewa untuk acara pemandian calon pengantin wanita atau bayi yang baru lahir. (ed: nashih nashrullah)
(sumber:Republika, edisi Minggu, 03 Agustus 2014 Hal. 09 Oleh Fuji Pratiwi)
Masjid Agung Umar
Asmaa al-Ghoul dalam artikelnya, "Gaza's Omari Mosque Embodies City's Ancient History", menulis, Masjid Agung Umar ini sebelumnya adalah kuil pagan yang diubah menjadi gereja saat kristen masuk ke Gaza di abad kelima Masehi. Di era Islam, banyak gereja yang diubah menjadi masjid seiring bertambahnya pemeluk Islam di Gaza.
Menara masjid dibangun bergaya arsitek Dinasti Mamluk. Setengah bagian menara berbentuk segi empat dan sisanya menjulang dengan bentuk oktagonal. Menara penuh dihiasi ukiran yang sebagian sengaja dibuat bercelah. Menara ini termasuk baru karena dibangun pada 1926. Menara asli masjid sudah hancur akibat Perang Dunia I.
Istana al-Basha
Sarah Irving dalam bukunya, Palestine, menulis, Qasr al-Basha atau Istana Pasha menupakan kediaman Gubernur Gaza Ridwan dan keluarganya dari Dinasti Turki Utsmani. Bangunan ini dibangun sejak sekitar abad ke-13 di era Dinasti Mamluk.
Bangunan Qasr al-Basha beralih fungsi seiring bergantinya zaman dan pendudukan. Bangunan ini pernah dijadikan tempat berdiam Napoleon selama tiga hari saat terjadi penyerangan oleh Prancis pada 1799.
Di zaman kolonial Inggris, Qasr al-Basha dijadikan kantor polisi. Di bawah otoritas Mesir, bangunan ini digunakan sebagai Princess Ferial School for Girls. Fungsi sebagai sekolah tetap bertahan hingga saat ini.
Hammam as-Sumara
Pemandian ini dibangun oleh Gubernur Sanjar ibnu Abdullah dari Dinasti Mamluk pada 1320.
Bangunan ini, tulis Irving, terletak di Kota Tua Gaza dan masih beroperasi hingga saat ini.
Bangunan, sistem pipa, dan penghangat air masih diper tahankan seasli mungkin.
Selain untuk umum, Hammam kadang disewa untuk acara pemandian calon pengantin wanita atau bayi yang baru lahir. (ed: nashih nashrullah)
(sumber:Republika, edisi Minggu, 03 Agustus 2014 Hal. 09 Oleh Fuji Pratiwi)