"Apabila Kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu amarahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendaknya dia mengsmbil posisi tidur". (H.R. Ahmad /21348)
Salah satu senjata syetan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, syetan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, berkata kotor, mencaci habis, bahkan sampai kalimat cerai yang membubarkan rumah tangganya.
Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa membanting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah misi syetan untuk merusak manusia tercapai.
Tentu saja, permasalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.
Menyadari hal ini, Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika dilanda amarah. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar manusia tidak mudah terpancing amarah. Di antaranya, beliau menjanjikan melalui sabda ringkasnya, "Jangan marah, bagimu surga". (H.R. Tabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749).
Allahu akbar, jaminan yang luar biasa. Surga, dihiasi dengan berbagai kenikmatan, bagi mereka yang mampu menahan amarah. Semoga ini bisa memotivasi kita untuk tidak mudah terpancing amarah.
Agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang lebih besar, ada beberapa cara mengendalikan amarah yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Semoga bisa menjadi obat mujarab bagi kita ketika sedang marah.
Pertama, segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan, dengan membaca ta'awudz. Karena sumber marah adalah syetan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah `azza wa jalla.
Dari sahabat Sulaiman bin Surd ra, beliau menceritakan, Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah memerah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda, Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta'awudz: A'uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Kedua, diam dan menjaga lisan. Kecenderungan orang maraha adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang bisa mengundang murka Allah. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar. Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jika kalian marah, diamlah." (H.R. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan kita ke dasar nereka.
Ketiga, mengambil posisi lebih rendah. Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarah sepuasnya. Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan saran sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah.
Dari Abu Dzar ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menasehatkan, Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur. (H.R. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Keempat, ingatlah hadits ini ketika marah. Dari Muadz bin Anas Al-Juhani ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (H.R. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)
Subhanallah, siapa yang tidak bangga ketika dia dipanggil oleh Allah di hadapan semua makhluk pada hari kiamat, untuk menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin menyaksikan orang ini, maju dihadapan mereka untuk menerima pahala yang besar dari Allah `azza wa jalla. Tahukah anda, pahala ini Allah berikan kepada orang yang hanya sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. Bisa kita bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan tidak hanya menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut dan bahwa membalasnya dengan kebaikan.
Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:
Hadits dari Ibnu Umar, Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan amarah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Ya, tapi sulit bukan hanya itu. Ada satu keadaan yang jauh lebih sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu mengkondisikan diri kita ketika marah untuk mengingat pahala besar dalam hadits di atas. Umumnya orang yang emosi lupa segalanya. Sehingga kecil peluang untuk bisa mengingat balasan yang Allah berikan bagi orang yang bisa menahan emosi.
Siapakah dibandingkan Umar bin Khatab ra. Sekalipun demikian, beliau terkadang lupa dengan ayat dan anjuran syariat, ketika sudah terbawa emosi.
Dari Ibnu Abbas ra, beliau menceritakan bahwa ada seseorang yang minta izin kepada Khalifah Umar untuk bicara. Umar pun mengizinkannya. Ternyata orang ini membabi buta dan mengkritik habis sang Khalifah. "Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu tidak memberikan pemberian yang banyak kepada kami, dan tidak bersikap adil kepada kami." Mendengar ini, Umar pun marah, dan hendak memukul orang ini. Sampai akhirnya Al-Hur bin Qais (salah satu teman Umar) mengingatkan, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada nabi-Nya SAW (yang artinya) : 'Berikanlah maaf, perintahkan yang baik, dan jangan hiraukan orang bodoh.' dan orang ini termasuk orang bodoh.' Demi Allah, Umar ra tidak jadi melampiaskan emosinya ketika mendengar ayat ini dibacakan. Dan dia adalah manusia yang paling tunduk terhadap kitab Allah. (H.R. Bukhari /4642)
Kelima, segera berwudhu. Marah dari syetan dan syetan tercipta dari api. Padamkan dengan air dingin. Terdapat hadits dari Urwah As-Sa'di ra, yang mengatakan, Sesungguhnya marah itu dari syetan, dan syetan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (H.R. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784).
Dalam riwayat lain, dari Abu Muslim Al-Khoulani, beliau menceritakan, Bahwa Amirul Mukminin Mu'awiyah ra pernah berkhutbah di hadapan masyarakat. Dan ketika itu, gaji pegawai belum diserahkan selama dua atau tiga bulan. Abu Muslim-pun berkata kepada beliau, "Hai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan milikmu, bukan milik bapakmu, bukan pula milik ibumu. Mendengar ini, Muawiyah meminta hadirin untuk diam di tempat. Beliau turun dari mimbar, pulang dan mandi, kemudian kembali dan melanjutkan khutbahnya, 'Wahai manusia, sesungguhnya Abu Muslim menyebutkan bahwa harta ini bukanlah milikku, bukan milik bapakku, bukan pula milik ibuku. Dan Abu Mulim benar.
Kemudian beliau menyebutkan hadist, Marah itu dari syetan, syetan dari api, dan air bisa memadamakan api. Apabila kalian marah, mandilah. Lalu Muawiyah memerintahkan untuk menyerahkan gari mereka. (H.R. Abu Nuaim dalam Hilyah 2/130, dan Ibnu Asakir 16/365).
(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.36 Thn.XLI, 10 Dzulqa'dah 1435 H/ 5 September 2014 M Oleh Ammi Nur Baits)