"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), Maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam". (Q.S. Ali Imran [4] : 97)Haji merupakan rukun Islam kelima, dan merupakan syiar Islam yang besar, dalam ayat di atas ditegaskan bahwa ibadah ini wajib bagi orang-orang yang mampu melaksanakannya, bahkan haji merupakan salah satu ibadah yang utama.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, "amal apakah yang paling afdhal?" beliau menjawab "Iman kepada Allah dan Rasulnya". Beliau ditanya lagi, 'setelah itu amal apalagi?' beliau menjawab 'jihad di jalan Allah'. Beliau ditanya lagi 'selanjutnya apa?', beliau menjawab, 'haji yang mabrur'. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan haji mabrur juga diinformasikan dalam hadits berikut, diriwayatkan dari Abu Hurairah oleh Jamaah kecuali Abu Dawud, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Umrah hingga umrah berikutnya adalah kafarat (penghapus) dosa yang dilakukan antara keduanya, dan ganjaran bagi haji yang mabrur tidak lain adalah surga".
Secara umum ibadah haji terdiri atas lima rukun yang apabila salah satunya tidak dilaksanakan maka gugurlah hajinya dan tidak sah, lima rukunnya itu adalah melaksanakan ihram, wukuf (berdiam diri) di padang Arafah, thawaf (mengintari) di Baitullah, sa'i (berlari-lari kecil) antara bukit Shafa; dan Marwa, dan tahallul (mencukur rambut sebagian atau seluruhnya). Selain rukun-rukun tersebut, terdapat juga hal-hal yang wajib, yaitu; pertama, ihram dari miqat zamani dan makani; kedua, melempar tiga jumrah pada jumrah al-ula, jumrah al-wustha dan jumrah 'aqabah; ketiga, mabit (menginap) di Muzhalifah; keempat, mabit di Mina dan kelima, thawaf wada' (perpisahan) ketika hendak keluar dari Makkah.
Di samping rukun dan wajib terdapat banyak amalan sunnah dalam ibadah haji daripada umrah (ifrad), mengucapkan talbiyah, melakukan thawaf qudum bagi pelaksana haji yang masuk Makkah sebelum wukuf di 'Arafah, shalat Sunnah thawaf dan lain-lain.
Syariat haji ke Baitullah memiliki hikmah yang banyak baik bagi individu Muslim ataupun umat Islam secara umum, ibadah haji pun menghadirkan banyak manfaat (liyasyhadu manafi'a lahum) baik yang bersifat duniawi ataupun ukhrawi, diantaranya:
Pertama, Haji Mendidik Jiwa Agar Mendengar, Menjawab dan Taat Kepada Allah. Ketika orang yang melaksanakan haji, memulai berpakaian ihram ia pun segera berniat "labbaika hajjan" kemudian terus saja mengulang-ulang ucapan "labbaikan Allahhumma Labbaik Labbaika La Syarika labbaika (kami memenuhi panggilan-Mu ya Allah, tidak ada sekutu bagimu)" sampai memasuki kota Makkah, menyiratkan ketulusan pelaksana ibadah haji karena mengharap ridha Allah dan mendidik jiwanya untuk senantiasa mendengar, menjawab dan taat kepada Allah `azza wa jalla.
Dalam kehidupan, tentunya kita menyadari seringkali mengabaikan panggilan Allah `azza wa jalla untuk melaksanakan perintahnya, seperti betapa seringnya kita mengabaikan suara adzan, mengabaikan pesan Al-Qur'an, mengabaikan nasehat-nasehat baik dan lain-lainnya.
Dari rangkaian ibadah haji yang menuntut ketaatan dan sesuai dengan peraturan-peraturannya, diharapkan para pelaksana haji dapat merasakan pengawasan Allah `azza wa jalla, sehingga sepulangnya ke negerinya ia menjadi manusia yang lebih dekat kepada Allah dengan mendengar dan menjawab panggilan-Nya.
Kedua, Haji Membersihkan Diri dari Berbagai Akhlak yang Tercela. Dalam ibadah haji, seseorang seharusnya memiliki bekal yang cukup, Al-Qur'an telah memerintahkan akan hal tersebut dan menyebutkan bahwa bekal terbaik itu adalah ketaqwaan (khair al-zad at-Taqwa), ketaqwaan inilah yang kita saksikan selama ibadah haji berlangsung, di tengah berkumpulnya manusia dengan berbagai latar belakang dari berbagai negeri hampir tidak pernah kita mendengar adanya pertengkaran atau celaan antara jamaah haji, karena perbuatan maksiat dan pertengkaran adalah perbuatan yang amat diharamkan dalam ibadah haji, Allah `azza wa jalla berfirman : "... Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (Q.S. Al-Baqarah : 197)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa yang berhaji kemudian dia tidak melakukan rafats dan tidak melakukan maksiat, maka dosa-dosanya dihapuskan seperti pada hari ibunya melahirkannya". (H.R. Bukhari dan Muslim)
Akhlak yang baik terhadap sesama manusia merupakan buah dari ketaqwaan kepada Allah, dengan ibadah haji ini diharapkan jamaah haji yang telah menyelesaikan berbagai rangkaian ibadah haji kembali ke kampung halamannya sebagai orang-orang yang menjaga dirinya dari akhlak-akhlak yang tercela dan menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik.
Ketiga, Haji Mengajarkan Persatuan dan Hakikat Persamaan. Ibadah haji merealisasikan berbagai manfaat keagamaan dan keduniaan secara bersama-sama, baik yang bersifat spiritual, edukatif, sosial ataupun ekonomi, hikmah ini sangat tampak dalam ibadah wukuf di Arafah.
Wukuf di Arafah menjadi bentuk konferensi tahunan umat Islam dari seluruh penjuru dunia, tentunya hal ini menjadi simbol persatuan kaum Muslimin, yang mengarahkan mereka agar dapat mengurai berbagai permasalahan yang dihadapi umat ini pada masanya masing-masing.
Dalam rangkaian ibadah ini juga direalisasikannya persamaan antara seluruh umat manusia, antara seorang pemimpin dan orang biasa, antara orang Arab dan non Arab antara berbagai bangsa di dunia, tidak ada perbedaan mereka menggunakan satu pakaian yang sama, dan dalam satu kehidupan yang sama.
Persatuan adalah hal diperintahkan, dan persatuan ini akan terjadi ketika kaum muslimin berpegang kepada kitabullah, Allah `azza wa jalla berfirman : "dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai",... (Q.S. Ali Imran : 103)
Keempat, Meneladani Jejak Perjuangan Para Nabi dalam Mentauhidkan Allah. Rangkaian ibadah haji, pada umumnya merupakan napak tilas dari berbagai peristiwa sejarah perjuangan Nabi Ibrahim rahimahulullah dan keluarganya dalam mentauhidkan dan mentaati Allah `azza wa jalla, beliau dan keluarganya yang ditugaskan membangun rumah Allah ini, dimana kemudian kaum musimin melaksanakan thawaf di sekelilingnya, dikisahkan di dalam Al-Qur'an : "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Q.S. Al-Baqarah : 127)
Keluarga Ibrahim merupakan potret keluarga yang begitu taat kepada Allah `azza wa jalla yang mesti kita jadikan teladan, oleh karenanya rangkaian ibadah haji seperti thawaf mengelilingi Ka'bah, sa'i (berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa), melempar jumrah pada jumrah al-ula, al-wustha dan 'aqabah, tidak dapa dipisahkan dari kisah perjuangan keluarga Ibrahim rahimahulullah dalam mentaati perintah Allah dan mengingkari bujuk rayu syetan.
Selain perjuangan Nabi Ibrahim rahimahulullah tentunya dengan ibadah haji pun, kita mengingat perjuangan yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang telah menyebarkan cahaya Islam dan mengikis noda-noda kesyirikan dengan penuh kesabaran.
Perjuangan para Nabi ini dalam mentaati Allah `azza wa jalla, tentunya harus menjadi teladan bagi kita, terutama para jamaah haji, setelah berhaji hendaknya semakin cinta dan semangat menjadi pendukung perjuangan da'wah Islam.
Semoga beberapa hikmah dari ibadah haji ini dapat memotivasi kita agar lebih giat dalam melaksanakan rangkaian ibadah haji. Karena, sejatinya seorang muslim harus mampu meresapi dan memaknai hakikat perjuangan para nabi terdahulu salah satunya dalam beribadah haji. wallahu a'lam.
(Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.38 Thn.XLI, 24 Dzulqa'idah 1435 H/19 September 2014 M Oleh Aan Abdurrahman)