"Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan surga." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ibadah haji merupakan ibadah yang agung, yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah `azza wa jalla, menyimpan rahasia yang indah, hikmah yang bermacam, keberkahan yang banyak, manfaat yang terlihat, baik itu dalam peringkat individu maupun masyarakat.
Menempati puncak rukun Islam menjadi bukti keutamaan ibadah haji yang agung. Selain itu, haji menjadi sarana penghapus kesalahan dan ampunan dosa, serta sebab masuk surga. Tentunya ini bagi siapa yang mengerjakannya dengan sempurna (mabrur).
Dari Abdullah bin Mas'ud ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Kerjakanlah secara urut antara haji dan umrah, maka keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala untuk haji mabrur selain surga." (H.R. At-Tirmidzi dan beliau berkata: hadits hasan gharib. Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini hasan shahih)
Di antara rahasia dan manfaat yang terkandung di dalamnya adalah :
Pertama, Perwujudan ubudiyah kepada Allah `azza wa jalla : karena kesempurnaan makhluk ada pada perwujudan ubudiyahnya kepada Allah, setiap kali perwujudan ubudiyah seorang hamba bertambah maka akan bertambah pula kesempurnaannya, dan tinggilah derajatnya di sisi Allah.
Dalam ibadah haji makna semacam ini nampak jelas, karena di dalamnya terbukti penghinaan diri kepada Allah, tunduk di hadapan-Nya, karena jamaah haji meninggalkan kelezatan dunia dan berhijrah kepada Rabbnya. Meninggalkan hartanya, keluarganya dan tanah airnya, sederhana dalam pakaiannya, terbuka kepalanya, tawadhu kepada Rabbnya, meninggalkan wangian dan wanita, berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain dengan hati yang khusyu', air mata yang mengalir, lisan yang selalu berdzikir mengharapkan rahmat Rabbnya, dan takut akan adzab-Nya.
Kemudian syiar jamaah haji semenjak ihramnya hingga melempar Jumrah Aqabah dan mencukur ( Labbaika Allahumma Labbaika, Labbaika Laa Syariika Laka Labbaika )
Maknanya adalah : Ya Allah, aku tunduk kepada-Mu, melaksanakan perintah-Mu, bersiap mengemban amanah yang Engkau bebankan, karena mentaati-Mu, berserah diri tanpa paksaan atau keraguan.
Dan Talbiyah ini melembutkan perasaan jamaah haji, dan mengisyaratkan kepadanya bahwa dia sejak keluar berpisah dengan keluarganya - datang mengahadap Rabbnya, melepaskan diri dari adat-adat dan kenikmatannya, menanggalkan kebanggaan dan keistimewaannya.
Dan tawadhu dan penghinaan diri seperti ini memiliki kedudukan yang agung disisi Allah `azza wa jalla karena kesempurnaan hamba dan keindahannya, dan tujuan ubudiyah yang agung, dengan sebabnya menghapuskan bekas-bekas dosa dan kegelapannya dari seorang hamba, sehingga dia masuk kedalam kehidupan yang baru yang penuh dengan kebaikan dan kebahagiaan.
Maka apabila keadaan ini mendominasi para jamaah haji, hingga ubudiyah kepada Allah memenuhi hatinya dan ketika itu inilah yang menjadi penggerak kenapa mereka datang dan meninggalkan - maka mereka akan membuat keajaiban-keajaiban bagi kemanusiaan, dan membebaskan mereka dari kedholiman, kesengsaraan, dan sifat kehewanan.
Kedua, Menegakkan dzikir kepada Allah `azza wa jalla karena dzikir merupakan tujuan yang paling agung dalam seluruh ibadah, dimana ibadah tidak syariatkan kecuali karenanya, dan tidak manusia bertaqarrub dengan sesuatu yang menyerupainya.
Makna seperti ini nampak dengan sejelas-jelasnya dalam ibadah haji, tidaklah disyariatkan thawaf mengelilingi Kabah, tidak juga Sya'i antara Shafa dan Marwah, tidak juga melempar Jumrah kecuali untuk menegakkan dzikir kepada Allah.
Firman Allah `azza wa jalla, "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. (Q.S. Al-Hajj : 28)
Hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Ketiga, Keterikatan kaum muslimin dengan kiblat mereka : dimana mereka memalingkan wajah kearahnya dalam shalat fardhu mereka lima kali dalam sehari.
Dalam ikatan ini ada rahasia yang begitu menakjubkan, karena memalingkan wajah mereka dari menghadap ke barat yang kafir, atau timur yang atheis, sehingga kekal izzah dan kemuliaan mereka.
Keempat, Haji merupakan kesempatan agung untuk menghadap kepada Allah dengan bermacam taqarrub : dimana dalam ibadah haji terkumpul berbagai ibadah yang tidak ditentukan dalam ibadah lain, dimana didalamnya ada ibadah yang lain seperti shalat lima waktu dan ibadah lain yang dilakukan dalam haji maupun diluarnya.
Namun wukuf hanya ada dalam ibadah haji, begitu juga bermalam di Muzdalifah, melempar Jumrah, menyembelih hadyu, dan amalan haji yang lain.
Kelima, Ibadah haji merupakan wasilah yang agung untuk mengugurkan kesalahan, dan mengangkat derajat : karena haji menghancurkan dosa yang sebelumnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Amru bin Ash ra : (tahukah engkau bahwa Islam menghancurkan dosa yang sebelumnya, dan bahwa hijrah menghancurkan dosa sebelumnya, dan bahwa haji menghancurkan dosa yang sebelumnya). (H.R. Muslim)
Haji merupakan ibadah yang paling afdhal setelah iman dan jihad sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih. Dari Abu Hurairah ra berkata : (Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya : amal apa yang paling afdhol ? Beliau menjawab : Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ditanya : Kemudian apa ? Beliau menjawab : Jihad dijalan Allah. Ditanya lagi : Kemudian apa ? Beliau menjawab : Haji yang mabrur). (H.R. Bukhari)
Dan haji yang mabrur tida ada balasannya kecuali surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Dari umrah ke umrah yang selanjutnya merupakan penebusan dosa diantara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. (H.R. Muslim)
Jamaah haji kembali dengan ampunan seluruh dosanya seperti hari dilahirkan ibunya apabila hajinya mabrur sebagaimana disebutkan dalam hadit shahih. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam : "Barangsiapa berhaji dan tidak berbuat keji dan dosa maka dia kembali seperti hari dilahirkan ibunya". (H.R. Bukhari dan Muslim)
Syaikh 'Utsaimin menjelaskan tentan makna hadits di atas, "Apabila seseorang berhaji dan menjauhi apa-apa yang Allah haramkan, berupa rafats yaitu berhubungan suami istri, fusuq yaitu menyelisihi ketaatan, dan tidak meninggalkan apa-apa yang Allah wajibkan, serta tidak melakukan apa yang Allah haramkan. Maka apabila dia menyelisihi hal ini berarti dia berbuat fasiq. Kesimpulannya, apabila seseorang berhaji, dan tidak berbuat kefasikan dan rafats maka ia kembali dari haji dalam kondisi bersih dari dosa. Sebagaimana seseorang keluar dari perut ibunya tanpa membawa dosa, maka orang yang haji dengan memenuhi syarat ini maka dia menjadi bersih dari dosa." (Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/21)
Keenam, Ibadah haji memberikan cerita kenangan yang indah bagi yang mengalaminya sehingga kita sering mendengar kisah mereka yang indah-indah ketiak berhaji. Seperti karamah-karamah yang terjadi pada sebagaian jamaah haji yang kesemuanya benar-benar menunjukkan kebesaran Allah `azza wa jalla.
Dan banyak lagi rahasia dan hikmah dari haji yang belum tersampaikan di sini, semoga Allah memberikan haji yang mabrur bagi jamaah haji kita juga memberikan kemudahan bagi mereka yang belum berhaji. Wallahu 'alam bishowab
(Sumber: Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia, Edisi No.41 Thn.XLI, 15 Dzhulhijjah 1435 H/ 10 Oktober 2014 M edit oleh Badrul Tamam, Lc)