Puasa dan Kejernihan Jiwa
Ramadhan merupakan oase di tengah degup kencang kehidupan. Pada Ramadhanlah umat Islam memiliki ruang jeda untuk melakukan tafakur, merefleksikan diri, dan mengendapkan batin.
Ibadah puasa sudah ada pada agama-agama terdahulu, yang kemudian disempurnakan dalam syariat Islam, pada abad kedua Hijriyah. Ibadah puasa memiliki sederet hikmah penting dalam kehidupan yang sesungguhnya. Puasa menjadi ibadah yang berdimensi dzahir dan batin, yang meningkatkan kualitas fisik dan spiritual manusia.
Ibadah puasa mengantarkan kita menjadi pribadi yang sehat secara fisik dan matang spiritualitasnya. Ritual puasa memberi efek positif dalam tubuh manusia, setelah selama sebelas bulan organ-organ tubuh bekerja tanpa henti. Puasa juga mendorong lahirnya kekuatan mental, ketenangan jiwa, dan menumbuhkan pribadi mulia. Ketahanan fisik dan kematangan spiritual, merupakan prasyarat utama manusia sebagai pemimpin di muka bumi.
Puasa juga menjernihkan batin kita. badah puasa yang dijalani akan meningkatkan kualitas kepribadian manusia.Ritual puasa yang dilakukan secara khusyuk dan ikhlas, akan meminggirkan amarah dan menghadirkan etenangan berpikir. Hal ini, sesuai dengan hikmah puasa, yang berfungsi untuk mengendalikan hawa nafsu. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsunya, hanya akan menjadi pribadi yang egois, perusak alam, dan pengejar kekuasaan.
Pada prinsipnya, hawa nafsu diuraikan dalam tiga hal: Pertama, nafsu ghadabiyyah. Yakni, nafsu yang mendorong manusia untuk mengejar pangkat, kedudukan, atau ambisi. Misalnya, keinginan untuk memburu rumah mewah, mobil mahal, dan pangkat jabatan.
Kedua, nafsu syahwatiyyahyang menjadikan manusia gemar mengejar ambisi atau kenikmatan seperti mobil mewah, rumah megah, dan sebagainya.
Pada titik inilah, manusia merasakan nafsu yang ketiga, nafsu muthmainnah.Yakni, nafsu yang lembut, menghadirkan ketenangan dan gelisah yang menggelayut dalam jiwa manusia.
Allah menjanjikan bagi orang-orang yang berhati lembut, dengan janji kemuliaan hidup. Mereka yang berhati tenang akan dicintai Allah dan dimasukkan dalam golongan yang dekat dengan-Nya. anji surga merupakan balasan terhadap orang-orang yang beribadah karena cinta dan meraih kebeningan hati dalam tafakur sunyi. (Lihat QS al-Fajr, 27-28).
Manusia yang mencapai tingkatan thuma'ninahinilah yang layak menjadi pemimpin dan referensi sikap hidup. etenangan jiwa dan kejernihan berpikir mutlak diperlukan untuk memutuskan sikap dan mengeksekusi kebijakan. etegasan pemimpin tanpa dibarengi dengan kejernihan batin, hanya akan melahirkan konfrontasi.
Memimpin tanpa dibarengi dengan nafs al-muthma'innah, hanya akan menjadi pribadi yang mengejar pangkat dan kekuasaan, bukan murni untuk ke maslahatan umat. Pemimpin yang ber poles citra, bukan berbekal kekuatan iman dan ketenangan jiwa pada akhirnya akan terkubur oleh janji-janjinya.
Ketenangan jiwa juga akan menghindarkan manusia dari fitnah keji dan sikap yang zalim.
(Sumber: Republika edisi : Jumat, 04 Juli 2014 Hal. 01 Oleh KH Said Aqil Siroj)