Sahl bin Amr dan istrinya melakukan suatu perjalanan. Di tengah perjalanan, ternyata mereka diadang oleh komplotan perampok, lalu mereka merampas semua yang ada pada keduanya, baik harta maupun makanan.
Di tengah lahapnya mereka menyantap makanan, Sahl bin Amr dikejutkan oleh sesuatu, karena ketua komplotan perampok itu justru tidak ikut makan. Kemudian ia pun bertanya, "Mengapa kamu tidak ikut makan bersama mereka?"
Jawabnya, "Karena saya sedang berpuasa." Sahl pun tercengang dan terguncang karenanya, seraya berkata, "Kamu puasa, tapi juga merampok?"
Ketua perampok itu pun menjawab, "Saya meninggalkan satu pintu dalam menuju Allah, semoga suatu waktu Allah memasukkan saya dari pintu yang lain ...."
Setelah satu atau dua tahun kemudian, ternyata Sahl melihat ketua perampok itu melakukan ibadah haji, dan ia sungguh menjadi seorang yang zahid dan ahli ibadah. Ketua perampok itu melihat dan mengenali Sahl, lantas Sahl pun berujar: "Kini saya tahu, barang siapa yang mencampakkan satu pintu dalam menuju Allah, boleh jadi ia akan masuk melalui pintu yang lain."
Kisah ini menggambarkan bahwa banyak orang memang kadang terdampar dalam suatu kehidupan yang sarat dengan kemaksiatan dan sama sekali tidak mengenali kebenaran serta nilai-nilai kesalihan. Karena faktor hereditas atau lingkungan, misalnya.
Maka berbahagialah Anda jika terlahir dan berada di lingkungan yang salih. Namun, memvonis orang yang berada di luar lingkaran Anda, jelas suatu tindakan naif dan takabur. Karena boleh jadi ia sebenarnya hanya sedang menanti datangnya sentuhan Ilahi untuk segera diselamatkan di pantai hidayah, dan siapa pun tidak bisa menahan atau menolaknya.
Dalam banyak ayat-Nya, Allah memang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, baik dengan isim zhahir (kata "Allah") secara langsung. Misalnya ayat: "Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus." (QS al- Baqarah [2]: 213). Atau dengan isim muzhmar (kata ganti), misalnya ayat: "Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan (Ia) menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)." (QS Yunus [10]: 25).
Melalui narasi di atas, bagaimana ibadah puasa bisa menjadi pendobrak yang dahsyat sekali dalam menggerakkan seseorang untuk masuk ke dalam rengkuhan Ilahi. Karena seperti yang disinyalir dalam hadis qudsi, puasa memang sangat rahasia dan personal sekali antara hamba dan Rabb.
"Setiap amal manusia, kebaikannya dilipatgandakan dengan 10 hingga 700 kali lipat -- Allah Azza wa Jalla berfirman, `Kecuali puasa, karena ia adalah untuk-Ku, dan Akulah yang membalasnya, di mana ia meninggalkan syahwatnya dan makanannya demi Aku.' Bagi yang berpuasa, ada dua kebahagiaan, yaitu ketika berbuka, dan ketika bersua dengan Rabbnya, dan bau mulutnya sungguh lebih harum di sisi Allah ketimbang aroma kesturi." (HR Muslim).
Jika di dalam surga, ada pintu arrayyan yang hanya dimasuki oleh orang- orang yang berpuasa, maka di dunia ini puasa merupakan salah satu pintu yang dibentangkan Allah untuk sampai kepada hidayah.
(sumber:Republika, edisi Jumat, 19 Agustus 2014 Hal. 1 Oleh Makmun Nawawi)