Ditunggu


Wasni Hutagaol, asal Medan, sekitar 20 tahun yang lalu masih remaja. Berbeda dengan kebanyakan remaja, beliau mengikhlaskan diri ikut melayani sesama di desa. Bahkan, terhitung pedalaman saat itu, yakni Gomo, salah satu desa tertua di Nias.

Perjalanan membantu orang melahirkan sangat membuat saya takjub. Jalan kaki 21 kilometer. Ya, 21 kilometer! Pulang balik jadi 42 kilometer! Dan, ini perjalanan hari-hari. Jalanannya pun bukan jalan aspal nan mulus. Melainkan, bukit-berbukit. Menanjak dan menyeberang sungai. Tidak jarang, jika banjir, ancaman hanyut di depan mata. 

Wasni yang sudah sejak lama menjadi Muslimah memiliki nama Syarifatul Ula. Kini, dia terus menetap di Nias. Bersama suami, Mustafiid, yang sekitar 20 tahun yang lalu pun berangkat meninggalkan tanah kelahirannya, Subang, Jawa Barat. Keduanya pergi tak lain untuk mengabdi kepada masyarakat Nias dan Indonesia.

Keduanya pahlawan yang tidak dikenal di negeri ini. Bersama jutaan lagi yang lain dari berbagai profesi dan bidang: ustaz, guru, dokter, tentara, pedagang, pengusaha, petani, pekebun, nelayan, polisi, wartawan, dan beragam lagi yang lainnya. Melayani semua orang tanpa melihat apa sukunya dan agamanya. Bila semuanya turut ikhlas membangun bangsa, membangun negeri, siapa pun jadi pahlawan di negeri ini.

Negeri ini, juga kita, mungkin tak akan pernah pandai berterima kasih. Apalagi, membalas jasa. Namun, Allah, Tuhan pemilik negeri ini, sangat-sangat mampu berterima kasih. Dialah asy-Syakuur. Yang Maha Berterima Kasih. Maha Menghargai. Dan, Dia pula Yang Mahakaya, yang memang tidak bohong. Semua yang berjasa kepada semesta dan isinya, sebagai ciptaan-Nya, Dia akan angkat derajatnya dan akan berlimpah kebaikan, rahmat, dan berkah. 

Masih terlalu banyak kisah heroik dari individu-individu tangguh negeri ini. Tak cukup rasanya kolom kecil ini. Bahkan, beberapa di antaranya mencuat ke nasional sebab pemberitaan.
Semuanya menjadi motivasi dan penyemangat kita. Bahwa, di negeri ini, di tengah deraan juga berita-berita negatif, ternyata masih banyak juga kisah yang mampu membuat kita tersenyum, bahkan meneteskan air mata.

Belum lagi, kalau kita mengingat perjuangan ayah dan ibu kita. Pahlawan bagi setiap anak-anaknya. Masya Allah. Tak akan habis ditulis dengan tinta. Senyuman kita, anak-anaknya, kesehatan kita, pendidikan kita, yang dengan keringatnya, dan perjuangannya, dengan izin Allah, kita bisa sekolah.
Tidur pulasnya kita, dalam keadaan kenyang dan sehat, adalah bayaran bagi mereka. Ayah dan ibu kita semua. Hanya Allah yang mampu membalasnya juga.

Negeri ini insya Allah masih panjang umurnya. Pahlawan-pahlawan baru senantiasa ditunggu kiprahnya. Menyumbangkan apa yang kita mampu. Menyumbangkan apa yang kita bisa.
Tidak menunggu apa yang dilakukan negara. Tidak menunggu apa yang dilakukan orang lain lebih dulu. Meng ambil peran dan posisi. Sebaik-baiknya, semaksimal-maksimalnya, untuk kemajuan bangsa dan negara dalam suasana Allah ridha. Dan, pahlawan-pahlawan itu (semoga) adalah kita.
Untuk ibu pertiwi, lillaahi ta'ala.    


(sumber:Republika, edisi Senin, 10 November 2014 Hal. 1 Oleh Ustaz Yusuf Mansur)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ditunggu